Sejarah Kwitang


Al-Habib Ali Alhabsyi adalah putera dari Al-Habib Abdurrahman
Alhabsyi. Ayah beliau tinggal di Jakarta. Ibunda beliau yaitu Nyai
Salmah berasal dari Jatinegara, Jakarta Timur. Dalam perkawinannya
dengan Al-Habib Abdurrahman Alhabsyi lama sekali tidak memperoleh
seorang putera pun.....

Betawi terkenal dengan gudangnya pendekar-pendekar silat yang
tersohor. Legenda si Pitung jago silat dari Marunda tetap melekat di
hati masyarakat Betawi sepanjang masa. Sejarah persilatan di Betawi
pun mencatat, nama perkampungan Kwitang berasal dari seorang pedagang
Tiongkok, Kwe Tang Kiam yang terkenal karena ilmu silatnya yang
ampuh......

http://silatindonesia.com/2008/12/silat-kwitang-warisan-sejarah-yang-...

Kisah kampung tua ini diawali pada Abad 17 ketika seorang pengembara
dari dataran Tiongkok, Kwe Tang Kiam menjejakkan kakinya di tanah
Betawi. Konon, Kwe Tang Kiam telah mengembara ke hampir seluruh
pelosok daerah Indonesia. Di salah satu kampung di Betawi pengembara
yang juga pedagang obat-obatan tersebut pun menetap. Selain jago dalam
meracik obat-obatan, ia juga ahli dalam berolah silat. Di daerah
tempat ia menetap, Kwe Tang Kiam menurunkan ilmu silatnya kepada orang-
orang yang tinggal di sekitar.
Kehebatan ilmu silat Kwe Tang Kiam diakui masyarakat Betawi saat itu.
Silat yang diajarkannya menggunakan jurus-jurus ampuh mirip aliran
Shaolin yang memadukan unsur tenaga, kekuatan fisik dan kecepatan. Hal
ini sangat berbeda dengan aliran silat Betawi yang lebih menonjolkan
ilmu kebatinan.

Walau demikian Kwe Tang Kiam mengakui kehebatan ilmu kebatinan silat
Betawi setelah mencoba keampuhan ilmu salah seorang jawara Betawi
bernama Bil Ali.Terbukti, ilmu kanuragan beraliran putih yang dimiliki
Bil Ali berhasil menundukkan Kwe Tang Kiam. Hingga akhir hayatnya Kwe
Tang Kiam menetap di kampung ini dan dengan kesadaran sendiri ia
kemudian memeluk agama Islam. Kampung tempat ia menetap pun kemudian
menjadi desa kampung Kwitang, yang masuk dalam wilayah Jakarta Pusat.

Satu abad lalu, kampung ini masih dilalui getek-getek dari bambu yang
melintas di Sungai Ciliwung—tempat warga melakukan hajat, seperti
mencuci, mandi, berwudhu, dan buang air besar. Kala itu, letak rumah-
rumah lebih tinggi dari sungai, hingga bila Ciliwung meluap, daerah
itu tidak sampai menimbulkan banjir.

Di ujung Jalan Kembang VIII, terdapat rumah tempat seniman legendaris,
Ismail Marzuki-pencipta lebih 200 lagu-dilahirkan. Rumahnya kini
ditempati seorang Tionghoa. Tapi, beberapa keluarga Ismail Marzuki i
masih tinggal di Kwitang. Di Kwitang pula, pernah tinggal Mantan
Menteri Agama, Tarmizi Taher. Tokoh Masyumi, Mr Muhamad Roem, sempat
tertembak tangan kanannya oleh Belanda (NICA) sewaktu bergrilya di
Kwitang semasa revolusi fisik. Di kampung ini juga pernah tinggal
Trisno Djuana, penulis dan penerjun terkenal 1970-an.

Selain tokoh-tokoh di atas, beberapa seniman yang sering main di
Kwitang adalah Ajip Rosyidi, Misbach Yusa Biran, dan Arifin C. Noer,
SM Ardan. Para seniman Senen ini kerap berkumpul di warung kopi 'Bang
Amat', dekat kediaman Habib Ali Kwitang. Kampung Kwitang terkenal
dengan cerita Nyai Dasima, seorang nyai dari Parung, Bogor, yang
dijadikan istri piaraan oleh Meener Willem. Dasima tinggal di Kwitang
setelah menikah dengan Samiun, tukang sado, setelah diingatkan wanita
Muslim bahwa kawin tanpa dinikah hukumnya haram. Letak rumah Samiun
sekarang berada di Jalan Kembang I. Di dekatnya terdapat Gang Mendung
(Kini Jalan Kembang V), tempat tinggal Bang Puase, jagoan Kwitang yang
membunuh Nyai Dasima atas suruhan istri pertama Samiun yang bernama
Hayati.

Tiap Ahad pagi, ribuan orang menghadiri Majelis Taklim Habib Ali, guru
para ulama Betawi, yang lahir 20 April 1870 dan wafat September 1968.
Majelis taklim ini telah berusia lebih dari 80 tahun. Ibu Habib Ali
bernama Nyi Salkmah, puteri seorang ulama Betawi dari Meester Cornelis
(Jatinegara). Ayahnya bernama Habib Abdurahman Alhabsyi, yang
meninggal sejak Habib Ali berusia sepuluh tahun. Ia dimakamkan di
Jalan Cikini Kecil 14 A, Jakarta Pusat. Ayah Habib Ali adalah kerabat
dari pelukis terkenal Raden Saleh (1816-1880). Karena itu, makamnya
berdekatan dengan Taman Ismail Marzuki, yang ketika itu merupakan
bagian dari kediaman Raden Saleh.

Sayang sekali, Pemda DKI tak memiliki visi-misi budaya yang jelas
terkait soal wisata kampung tua. Itu berkenaan dengan rencana
digusurnya makam Habib Abdurahman bin Abdullah Alhabsyi, ayah Habib
Ali, guna pembangunan apartemen 32 lantai. Padahal, makam itu sudah
ada sejak 1881, dan dikenal dengan Habib Cikini. Bagi Anda yang sudah
malang-melintang di kampung ini ujung ke ujung, niscaya bisa mendalami
apa pentingnya sejarah bagi kita. Bukan hanya sekadar memorabilia masa
lalu, tapi juga sebagai upaya penghormatan atas apa yang telah
dilakukan para pendahulu kita semasa hidup mereka, yang kemudian kita
warisi sebagai kenangan. (raz)

http://www.finroll.com/baca/350/Wisata-Sejarah-di-Kampung-Kwitang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar